Lebaran telah berlalu empat hari yang lalu.
Sore ini saya duduk di teras kantor ditemani dengan angin sepai sepoi yang
menerobos masuk melalui sela-sela pagar teras yang terbuat dari kayu.
Yogyakarta kian tahun kian padat dan kian sesak
oleh kendaraan di setiap sudut. Sudah sulit sekali menemukan suasana seperti 10
tahun lalu ketika lebaran di kota kecil ini. Duduk beberapa meter seorang pria
paruh baya sembari membaca sms di hp nya.
“Pak bro, gak mudik po lebaran ini ?” tanya ku
kepada pria ini.
“wah, gak berani mas... duitnya masih belum cukup. Nanti aja kalau
arus mudik udah sepi dan harga tiket pada turun, baru mudik deh” jawabnya
dengan sedikit wajah lesu.
Ya, itu adalah sepenggal percakapan yang
mungkin sering sekali kita temukan di kalangan perantau, termasuk saya. Kenapa harus lebaran di kampung orang, apalagi kan kita sudah punya usaha, yang katanya uang udah gak perlu dipikirkan. Kata siapa ?
mungkin sering sekali kita temukan di kalangan perantau, termasuk saya. Kenapa harus lebaran di kampung orang, apalagi kan kita sudah punya usaha, yang katanya uang udah gak perlu dipikirkan. Kata siapa ?
Lebaran demi lebaran telah berlalu dan satu
fenomena unik memang, setiap kali lebaran, sudah bisa di pastikan bahwa
peredaran uang akan cukup besar. Kalau kata istri saya di rumah saat sedang
bersenda gurau dengan rekan kantornya, semahal-mahalnya bensin, ternyata uang
bisa lebih mahal lagi. Secepat-cepatnya bensin menguap dan lenyap., lebih cepat
lagi uang yang menguap dan lenyap dari tangan kita.
Terlepas bahwa lebaran adalah suatu moment
dimana semua anggota bisa berkumpul bersama, namun ada satu sisi yang terkadang
membuat orang lupa dengan esensi itu sendiri. Lebaran yang merupakan salah satu
rangkaian dari ibadah akhirnya menjadi sebentuk pesta yang disambut dengan
meriah dan serba wah. Dari tidak ada baju, sampai akhirnya punya baju baru,
dari yang tidak ada hp, sampe akhinya ganti hp. Akhirnya, lebaran pun identik
dengan konsumtif. Siapa yang diuntungkan ? tentunya pengusaha yang memiliki
akses di hari lebaran, entah itu pemilik departemen store atau mungkin penjual
bakso.
Ketika peristiwa itu terjadi, muncullah 2
keajaiban di kalangan para pengusaha dan para pemudik. Keajaiban pertama,
pengusaha dalam waktu seminggu dapat menghasilkan uang yang mungkin baru bisa
di dapatkan selama setahun. Sedangkan pemudik, menghabiskan uang yang mereka
kumpulkan dalam setahun hanya dalam waktu satu minggu.
So, anda lebih cenderung akan berada di posisi
mana, seminggu untuk setahun atau setahun untuk seminggu ?